RUU SDA Harus Mampu Seimbangkan Peran Negara dan Partisipasi Masyarakat
Indonesia membutuhkan Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air (RUU SDA) generasi keempat yang harus mempertimbangkan perkembangan jaman dan mampu mengakomodir serta menetapkan batasan-batasan partisipasi masyarakat agar tidak terjadi benturan dengan kewajiban negara dalam pemenuhan hak-hak hidup masyarakat seperti tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945.
Hal itu disampaikan anggota Komisi V DPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang RUU SDA di Kompleks MPR/DPR Senayan, Jakarta, baru-baru ini (25/9/2017). Hadir dalam rapat tersebut wakil dari PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama, serta dua pakar hukum yaitu pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Suteki.
“Kita ini sebetulnya tidak punya undang-undang tentang sumber daya air sejak Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2013 lalu. Dengan pembatalan tersebut maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan kembali diberlakukan, padahal cakupan dari UU tersebut sangatlah terbatas. Oleh karena itu, pembahasan dan penyusunan RUU SDA yang baru ini sangatlah mendesak,” papar Neng Eem.
Menurut Neng Eem, RUU SDA yang baru perlu disiapkan dengan lebih bertanggung jawab dan didasarkan pada prinsip-prinsip tata kelola air yang baik berdasarkan pengalaman kegagalan dan kesuksesan dari undang-undang sebelumnya, yaitu Algemeen Water Reglement (AWR) tahun 1936, UU No 11/1974 dan UU No 7/2004.
“Setiap peraturan perundang-undangan tersebut tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Itulah yang harus dikaji agar penyusunan RUU SDA ke depan bisa lebih baik,” paparnya.
Politisi PKB ini menegaskan, RUU SDA yang baru paling tidak harus memenuhi empat prinsip, yaitu mengatur pengelolaan sumber daya lingkungan dengan baik sehingga menghindarkan masyarakat dari berbagai bencana seperti banjir dan kekeringan, mencegah ancaman konflik sosial akibat dari permasalahan pengelolaan sumber daya air, mengatur peran swasta dalam pengelolaan sumber daya air agar tidak eksploitatif dan memperhatikan kepentingan lingkungan dan sosial.
“Diharapkan rapat dengan masyarakat dan organisasi masyarakat sebagai ruang bagi partisipasi masyarakat akan terus berlanjut sehingga undang-undang apapun yang dihasilkan lembaga eksekutif dan legislatif mampu mengakomodir dan memenuhi harapan masyarakat,” tandasnya. (ann), foto : naefurodji/hr.